Senin, 21 Juni 2010

Mujair Bisa Diekspor Mang!

Mujair Bisa Diekspor Mang!
Sekitar tahun 2000an orang ramai membicarakan tentang ekspor ikan nila (mujair). Serta merta semua petani pembudidaya ikan mas beralih komoditas menjadi petani ikan nila. Dari Mang Uhen, Ko Cheng Shin sampai perusahaan Kakap bersiap menjadi supplier nila ke Eksportir.  Hampir puluhan Eksportir siap menampung berapapun jumlah ikan nila yang diproduksi petani,  dengan ukuran minimal 600gr. Eksportir di Semarang, Surabaya, Karawang, Jakarta turun ke petani untuk mensosialisasikan potensi ekspor ikan nila (mujair-tilapia) dengan quota yang sangat besar.
Bukan isapan jempol, penulis langsung menjadi pelaku sampai transaksi dengan pihak eksportir dan bisa tersenyum manis, karena bisa menambah modal untuk peningkatan volume produksi. Petani lainpun mulai merasa nyaman membudidayakan nila, karena  jauh lebih menguntungkan, dibandingkan dengan komoditas ikan lain.
Setelah beberapa kali pengiriman mulai masalah klasik dunia perikanan muncul. Pakan ikan naik hampir lebih dari dua kali dalam setahun tetapi harga ikan enggan naik.  Kalau kualitas benih yang bermasalah, atau kualitas ukuran ikan harus dinaikan,  petani masih bisa mensiasati dengan berbagai cara agar produksi tetap tercapai, tapi kalau masalah yang muncul naiknya harga pakan (rajanya masalah), ampun taluk mamang mah!
Biaya pakan (makanan ikan) mencapai 70% dari total cost budidaya. Parahnya, tidak pernah ada pakan alternative untuk budidaya ikan pokoknya harus menggunakan pakan komersial yang ada di pasaran. Sudah terbentuk di pikiran semua petani ikan Indonesia,  bahwa budidaya ikan dengan menggunakan pakan buatan sendiri, pasti akan jelek hasilnya! Nggak tahu siapa yang membentuk cara berfikir seperti itu, yang jelas bukan dari dalil Nabi dan pasti ada solusinya.
Pakan ikan memang selalu jadi masalah besar bagi petani ikan. Harganya selalu naik dan tak pernah ada sejarah di negeri ini pakan ikan turun harganya. Menyesuaikan dengan naiknya dolar, TDL naik, biaya transport membengkak dlsb,  selalu menjadi alasan klasik dan menjadi pembenaran naiknya harga pakan ikan (pada kemana lembaga perlindungan konsumen?)
Memang memilukan,  bahan baku pakan ikan sebagian besar masih impor dari negeri sebrang! Padahal bahan baku pakan ikan ada dan bisa melimpah di negeri agraris ini. Bayangkan, Dedak, Jagung, Kedele, Minyak Ikan, Tepung Ikan harus impor dan sulit disediakan di negeri yang subur makmur ini?
Penulis dengan beberapa orang yang peduli terhadap nasib dunia perikanan,  mencoba mencari solusi agar petani ikan tidak punah seperti peternak ayam. Beberapa kiat untuk mensiasati agar petani ikan tidak patah arang,  kita memberikan beberapa solusi diantaranya sbb:
1.      Sistem Tumpangsari Ikan Hias (ikan mahal) dan Ikan Konsumsi
2.      Pemeliharaan Sistem Mina Padi untuk ukuran Larva sampai fingerling (kalau bisa sampai ukuran konsumsi)
3.      Harus menguasi Pemijahan Ikan, jangan sampai beli benih ikan
4.      Berkelompok dan membagi segmen usaha perikanan
5.      Pengolahan lahan dengan menggunakan kompos
6.      Untuk sementara lupakan obsesi ekspor ikan (jangan takut,  konsumen local  ada 200juta di negeri ini!!!)
7.      Tunggu sampai menteri perikananannya Fadel Muhammad (wah berarti sekarang mang, dunia perikanan bisa bangkit lagi?”:}{_:”?!!!)
8.      Tunggu bala bantuan dari Kompasianer Mang!
9.      Jangan membahas dan mempermasalahkan tentang “Pakan Ikan” urusannya repot mang!
10.  Berdo’a dan selalu optimis Mang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar