Kamis, 24 Juni 2010

Benih Ikan Koi ukuran 4-6cm dijual dengan kisaran harga 
Rp 2.000 - Rp 3.000.  Benih Koi ini diproduksi di daerah Ciparay - Subang dan didistribusikan ke toko-toko Aquarium di Bandung Raya.
Koi, Koki, Arwana, Barbir, Komet, Guppy, Moly adalah ikan hias yang diterima pasar dalam jumlah yang besar.  Untuk  pembudidaya pemula yang berminat produksi ikan hias, jenis ikan ini sangat mudah diproduksi dan mudah dipasarkan (kecuali arwana).

Read More..

Rabu, 23 Juni 2010

Baby Fish



Ikan ini adalah baby fish atau kancil (ikan kecil) renyah, lezat dan bergizi dengan protein dan kalsium tinggi mengandung omega 3 tanpa bahan pengawet, tanpa bahan pewarna dan bahan kimia lainya.   Pastikan anak anak kita generasi penerus bangsa belajar mengkonsumsi makanan yang aman. 

Tidak semua yang sadar bahwa saat ini makanan yang dikonsumsi anak Indonesia berbahaya bagi kesehatannya. Kepedulian orang tua, tokoh masyarakat,akademisi  dan penguasa negeri ini sangatlah penting bagi kesehatan dan keamanan generasi yang akan datang. 

Ironis memang, anak kecil mana yang mau makan ikan goreng, ikan pepes atau sup ikan saat mereka bermain? Mana ada ikan jadi bekal anak-anak saat pergi ke sekolahnya? Dan tak mungkin para remaja ngemil ikan saat mereka di bioskop atau saat nonton tv  ? Yang jelas kita hanya tahu bahwa ikan itu pasti dimasak, dipepes atau jadi sup.

Fillet Ikan Crispy, Fish Nugget, Fish Stick, Fish Ball, Fish Finger dan produk olahan ikan lain,  tidak bersahabat di telinga masyarakat. Padahal produk  ini jelas,  produk olahan ikan yang pasti disenangi anak2, karena rasa amis sudah tak lagi terasa, kepala ikan sudah hilang dan mata serta ekor tak nampak.  Tapi dimana kita bisa dapatkan produk tersebut, apa ada di warung tetangga sebelah? Apa sebanyak makanan ringan yang sering ada di televisi?

"Gerakan Makan Ikan", program ini pernah digalakan oleh pemerintah daerah di propinsi x, tapi selama produk olahan masih monoton dan tidak ada sentuhan yang substansial terhadap permasalahan produk olahan ikan dan hanya berkutat pada Ikan Bakar, Pepes Ikan, Ikan Goreng dan Sup Ikan, mana bisa diterima secara utuh oleh masyarakat? Pada akhirnya program tersebut hanya jadi slogan dan tenggelam di telan waktu.

Kalaulah negara kita mempunyai orientasi pembangunannya terhadap industri yang senafas dengan kondisi geografis negara Indonesia, tentu  pembangunan industri akan diarahkan pada Industri hasil pertanian dan perikanan.

 Kalaulah Industri di negara ini mengarah pada Pertanian dan Perikanan, tentu makanan bergizi sejenis olahan di atas tidak akan sulit ditemui di warung tetangga kita.

Kalaulah Industri kita sesuai dengan ketersediaan sumber daya alam, tentu tak akan ada istilah rawan pangan.

Kalaulah...kita tidak terlalu lama tertidur untuk sadar atas apa yang terjadi di tengah masyarakat kita, tentu tidak akan ada impor tilapia (nila/mujair) dari negeri tetangga yang konon kabarnya,  luas negara mereka itu sangat kecil dan para ahlinya pernah belajar di perguruan tinggi terkemuka negeri ini...Sungguh sangat menyedihkan mang!

Read More..

Selasa, 22 Juni 2010

PERIKANANKU



Mang Uhen adalah petani ikan yang konsisten sejak tahun 1997 dan ia begitu yakin akan pernyataan seorang begawan ekonomi Prof Soemitro Joyohadikusumo bahwa” Negara Indonesia akan jaya kalau  kita kembali dengan sungguh-sungguh mengelola pertanian dan perikanan” .
Sekarang tahun 2010 Mang Uhen masih berdiri tegak di kolam ikannya, tetapi agak kelihatan bingung melihat tak jelasnya masa depan dunia yang ia geluti.  Mang Uhen mungkin salah berkiblat, ia tidak pernah mau mendengar nasehat dari petani seniornya bahwa,  terjun di dunia ikan beresiko tinggi dan masuk zona berbahaya. Zona tanpa perlindungan keamanan dari siapapun, dengan tingkat keberhasilan nol koma sekian persen.
Optimisme Mang Uhen akan potensi perikanan tetap  tak bisa dirubah oleh siapapun.“Kan masih ada nol koma sekian persen yang berhasil, siapa tahu saya masuk dalam prosentase itu”, tuturnya. Sepertinya Mang Uhen masih berharap pernyataan pak professor itu bisa terwujud atau  sudah kadung basah kuyup di lautan pilihannya tinggal “mati atau berenang menentang badai”
Dalam perjalanannya Mang Uhen sadar bahwa seniornya tak asal ngomong tentang zona bahaya. Zona itu penuh dengan permasalahan yang sungguh rumit. Permasalahan yang berat dan sulit dicari solusinya,  karena tidak pernah ada upaya yang sungguh sungguh dari  orang yang punya kekuatan dan kekuasaan untuk menyelesaikannya. Permasalahan tersebut  diantaranya adalah :
1.       Kualitas dan kuantitas air yang menjadi sumber hidup ikan sudah semakin sedikit dan tercemar hebat.
2.       Benih ikan yang dibeli dari Balai pembuat benih tak dilengkapi dengan sertifikat atau garansi produk
3.       Makanan ikan yang ada di lapangan mahal tidak seimbang dengan harga jual ikan
4.       Lembaga Perlindungan Konsumen ” tidak ngeh” di dunia perikanan  ini , sehingga  makanan ikan yang ada di pasaran begitu mahal, tanpa ada yang pernah menganalisa sejauh mana kualitas produk makanan itu sesuai dengan harga jual.
5.       Rantai pemasaran yang begitu panjang (petani-juru panen, kadal-calo-bandar-supplier-retail-konsumen)sungguh sangat merugikan petani dan konsumen.
6.       Dan masih banyak lagi permasalah teknis dan non teknis yang  sudah menjadi pusaran besar nan kuat dan tak terelakan. Mati ikut terbawa pusaran atau mencari hidup menghindar sejauh mungkin dari pusaran itu!
Tidak tahu,  siapa yang harus menghentikan pusaran kuat itu?
Petani? Terlalu kecil tangannya dan tak punya energy berlebih untuk bisa menghentikan pusaran kuat itu.
Akademisi? Tak terlalu paham untuk menyelesaikan masalah real wilayah tropis, karena literature yang jadi “kojo para akademisi ”adalah buku tebal perikanan sub tropis.
Peneliti? Lelah dengan program riset paket dan pusing dengan biaya hidup yang tinggi.
Pemerintah?.....mudah-mudahan. Amin
Sabar ya mang, toh saudara kita di negeri sebrang sudah kerjasama dengan negara kita untuk urusan ikan. Pokoknya Mang Uhen nggak usah repot-repot memproduksi ikan, nanti dikirim dari saudara kita di negeri sebrang dengan harga murah. Ikan Nila Impor mang!Pasti keren, enak dan kenyal dagingnya. Buah-buahan,sayuran,pupuk dan hasil tani lain sudah impor, masa ikan belum?
Nggak gaul mang!


 


 







Read More..

Senin, 21 Juni 2010

anak mujair siap2 ekspor mang!

Read More..

Mujair Bisa Diekspor Mang!

Mujair Bisa Diekspor Mang!
Sekitar tahun 2000an orang ramai membicarakan tentang ekspor ikan nila (mujair). Serta merta semua petani pembudidaya ikan mas beralih komoditas menjadi petani ikan nila. Dari Mang Uhen, Ko Cheng Shin sampai perusahaan Kakap bersiap menjadi supplier nila ke Eksportir.  Hampir puluhan Eksportir siap menampung berapapun jumlah ikan nila yang diproduksi petani,  dengan ukuran minimal 600gr. Eksportir di Semarang, Surabaya, Karawang, Jakarta turun ke petani untuk mensosialisasikan potensi ekspor ikan nila (mujair-tilapia) dengan quota yang sangat besar.
Bukan isapan jempol, penulis langsung menjadi pelaku sampai transaksi dengan pihak eksportir dan bisa tersenyum manis, karena bisa menambah modal untuk peningkatan volume produksi. Petani lainpun mulai merasa nyaman membudidayakan nila, karena  jauh lebih menguntungkan, dibandingkan dengan komoditas ikan lain.
Setelah beberapa kali pengiriman mulai masalah klasik dunia perikanan muncul. Pakan ikan naik hampir lebih dari dua kali dalam setahun tetapi harga ikan enggan naik.  Kalau kualitas benih yang bermasalah, atau kualitas ukuran ikan harus dinaikan,  petani masih bisa mensiasati dengan berbagai cara agar produksi tetap tercapai, tapi kalau masalah yang muncul naiknya harga pakan (rajanya masalah), ampun taluk mamang mah!
Biaya pakan (makanan ikan) mencapai 70% dari total cost budidaya. Parahnya, tidak pernah ada pakan alternative untuk budidaya ikan pokoknya harus menggunakan pakan komersial yang ada di pasaran. Sudah terbentuk di pikiran semua petani ikan Indonesia,  bahwa budidaya ikan dengan menggunakan pakan buatan sendiri, pasti akan jelek hasilnya! Nggak tahu siapa yang membentuk cara berfikir seperti itu, yang jelas bukan dari dalil Nabi dan pasti ada solusinya.
Pakan ikan memang selalu jadi masalah besar bagi petani ikan. Harganya selalu naik dan tak pernah ada sejarah di negeri ini pakan ikan turun harganya. Menyesuaikan dengan naiknya dolar, TDL naik, biaya transport membengkak dlsb,  selalu menjadi alasan klasik dan menjadi pembenaran naiknya harga pakan ikan (pada kemana lembaga perlindungan konsumen?)
Memang memilukan,  bahan baku pakan ikan sebagian besar masih impor dari negeri sebrang! Padahal bahan baku pakan ikan ada dan bisa melimpah di negeri agraris ini. Bayangkan, Dedak, Jagung, Kedele, Minyak Ikan, Tepung Ikan harus impor dan sulit disediakan di negeri yang subur makmur ini?
Penulis dengan beberapa orang yang peduli terhadap nasib dunia perikanan,  mencoba mencari solusi agar petani ikan tidak punah seperti peternak ayam. Beberapa kiat untuk mensiasati agar petani ikan tidak patah arang,  kita memberikan beberapa solusi diantaranya sbb:
1.      Sistem Tumpangsari Ikan Hias (ikan mahal) dan Ikan Konsumsi
2.      Pemeliharaan Sistem Mina Padi untuk ukuran Larva sampai fingerling (kalau bisa sampai ukuran konsumsi)
3.      Harus menguasi Pemijahan Ikan, jangan sampai beli benih ikan
4.      Berkelompok dan membagi segmen usaha perikanan
5.      Pengolahan lahan dengan menggunakan kompos
6.      Untuk sementara lupakan obsesi ekspor ikan (jangan takut,  konsumen local  ada 200juta di negeri ini!!!)
7.      Tunggu sampai menteri perikananannya Fadel Muhammad (wah berarti sekarang mang, dunia perikanan bisa bangkit lagi?”:}{_:”?!!!)
8.      Tunggu bala bantuan dari Kompasianer Mang!
9.      Jangan membahas dan mempermasalahkan tentang “Pakan Ikan” urusannya repot mang!
10.  Berdo’a dan selalu optimis Mang!
Read More..

Kamis, 27 Mei 2010

Read More..
Read More..

Rabu, 26 Mei 2010

Senin, 24 Mei 2010

hayu urang ngobrol budidaya lauk

pengetahuan tentang budidaya ikan agak simpang siur terutama teknologi, manajemen dan pemasaran. tapi koibahro dengan senang hati akan mengungkap semua informasi tentang budidaya ikan yang penuh tantangan ini. Read More..